artikel

MENILIK KEPATUHAN MASYARAKAT DALAM PENGGUNAAN LIFT PRIORITAS: SELISIK KEBAHASAAN

Posted on Updated on

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia VI Daring, kata lift diartikan sebagai “alat untuk mengangkat orang atau barang yang digerakkan dengan tenaga listrik, dapat turun naik, terutama dipakai pada gedung bertingkat” dan diklasifikasikan sebagai nomina atau kata benda. Dalam rujukan yang sama, kata prioritas mempunyai arti “yang didahulukan dan diutamakan daripada yang lain” dan tergolong sebagai nomina juga. Gabungan kedua kata ini membentuk frasa lift prioritas. Sebuah frasa yang sering digunakan sebagai rambu aturan pemanfaatan fasilitas di tempat-tempat publik, seperti stasiun, terminal, bandar udara, dan rumah sakit.

Lift prioritas di salah satu stasiun MRT Jakarta (sumber: akun X PT MRT Jakarta/@mrtjakarta)

Rambu aturan lift prioritas cukup membingungkan karena meskipun umumnya frasa ini dilekatkan dengan simbol atau ikon golongan masyarakat yang diprioritaskan untuk menggunakan lift, seperti warga lansia, orang dengan kursi roda, dan wanita hamil, tidak jarang lift ini digunakan juga oleh masyarakat di luar kelompok-kelompok tersebut. Sebelum melabeli mereka sebagai warga yang tidak patuh aturan, yuk, kita selisik dari sisi kebahasaan.

MAKNA GANDA

Frasa lift prioritas berpola diterangkan-menerangkan (D-M) sebab lift merupakan unsur inti atau unsur yang diterangkan, sedangkan prioritas merupakan unsur pewatas atau unsur yang menerangkan. Jika rambu aturan ini hanya menggunakan frasa lift prioritas atau tidak dalam bentuk kalimat, makna aturan ini ambigu. Frasa ini dapat dimaknai sebagaimana kita memaknai frasa kapal api atau frasa rumah sakit dengan penjelasan berikut:

Pada frasa kapal apiapi merupakan kata yang menerangkan kata kapal yang berasal dari unsur internal kapal itu sendiri. Dalam arti lain, memang benar-benar ada api di dalam kapal. Frasa lift prioritas dapat dimaknai seperti ini dengan penjelasan berikut:

Selain itu, frasa lift prioritas juga dapat dimaknai sebagaimana memaknai frasa rumah sakit dengan penjelasan berikut:

Pada frasa rumah sakitsakit merupakan kata yang menerangkan kata rumah yang tidak berasal dari keadaan atau sifat rumah, melainkan berasal dari unsur eksternal, yaitu orang-orang. Frasa lift prioritas dapat dimaknai seperti ini dengan penjelasan berikut:

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa frasa lift prioritas, jika berdiri sendiri atau tanpa dirangkai dengan unsur pembentuk kalimat, bermakna ganda, yaitu: (a) lift yang penggunaannya diprioritaskan bagi golongan masyarakat tertentu; dan (b) lift yang dikhususkan untuk digunakan oleh golongan orang yang diprioritaskan. 

Makna pertama mengandung maksud bahwa penggunaan lift bersifat eksklusif-situasional atau eksklusif-inklusif dengan aplikasi ketika terdapat situasi di mana ada orang dari golongan prioritas hendak menggunakan lift tersebut, maka orang lain di luar golongan prioritas wajib memberikan kesempatan kepadanya. Sebaliknya, jika tidak ada orang dari golongan prioritas yang akan menggunakan lift tersebut, siapa pun dapat menggunakannya.

Sementara itu, makna kedua mengandung maksud bahwa penggunaan lift bersifat eksklusif-absolut atau dengan kata lain dalam kondisi apapun, meskipun tidak ada orang dari golongan prioritas yang ingin menggunakan lift tersebut, lift tersebut tetap tidak boleh digunakan oleh selain orang dari golongan prioritas.

Pada akhirnya, selisik kebahasaan ini diharapkan dapat menjadi “penyaring” sebelum kita terburu-buru melabeli orang yang tidak termasuk dalam kelompok prioritas (warga lansia, orang dengan kursi roda, dan wanita hamil) menggunakan lift prioritas sebagai orang yang tidak mematuhi aturan. Bisa jadi mereka memahami frasa lift prioritas sebagai makna pertama yang bersifat eksklusif-situasional atau eksklusif-inklusif dengan syarat sedang tidak ada orang dari golongan prioritas yang hendak menggunakannya. Pilihan pemaknaan dikembalikan kepada diri masing-masing. Namun, saya berusaha untuk konsisten mengambil makna yang kedua yang bersifat eksklusif-absolut. Sikap ini saya ambil untuk menjaga prinsip kehati-hatian.

SARAN KEPADA PENGELOLA FASILITAS PUBLIK

Menyadari bahwa rambu aturan yang hanya menggunakan frasa lift prioritas dapat diinterpretasikan secara tak tunggal, sehingga berpotensi memunculkan syak wasangka dari masyarakat, disarankan pengelola dapat menggunakan rambu yang tak hanya menggunakan frasa, tetapi dilengkapkan agar menjadi kalimat “lift ini diprioritaskan untuk” –atau yang semakna dengannya– dengan diikuti simbol atau ikon golongan masyarakat yang diprioritaskan untuk menggunakan lift. Dengan rambu yang jelas seperti ini, maka masyarakat tidak melakukan kesalahan apabila menggunakan lift prioritas ketika tidak ada orang dari kelompok prioritas yang hendak menggunakannya karena pemanfaatan lift bersifat eksklusif-situasional atau eksklusif-inklusif.

Lift prioritas yang menggunakan kalimat –tidak hanya frasa– di salah satu stasiun KRL Commuter di Jakarta (sumber: koleksi pribadi)

Salam takzim, Yuda Alfarisi Nasution