Month: August 2014

SISI LAIN PENERBANGAN YANG TERLAMBAT (DELAYED)

Posted on Updated on

flight-delay-sign
Courtesy of http://www.eurocontrol.int

Penerbangan yang terlambat berangkat adalah hal yang paling dibenci oleh semua pihak yang terlibat di industri penerbangan. Bukan hanya penumpang, maskapai juga sebal kalau sesuatu tidak berjalan sesuai rencana.

Industri penerbangan dibangun atas dasar kebutuhan dua belah pihak, pengguna dan penyedia jasa. Masing-masing pihak punya hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan untuk membuat sebuah perjalanan jadi menyenangkan untuk semua.

Penerbangan yang terlambat, atau yang lebih akrab dengan istilah delayed merupakan hal yang sangat merugikan. Bukan hanya penumpang, maskapai penerbangan pun dirugikan. Setiap maskapai penerbangan tidak menginginkan delayed terjadi.

Mungkin yang ini sedikit terlewatkan oleh orang banyak. Dibalik sebuah peristiwa delayed, ada banyak konsekuensi yang menerpa maskapai penerbangan. Ada banyak “extra” yang jadi hadiah untuk maskapai apabila peristiwa ini terjadi. Beberapa di antaranya adalah denda yang diberlakukan oleh pemerintah sebagai regulator, biaya tambahan untuk menjamin kenyamanan penumpang selama menunggu, tagihan tambahan untuk bahan bakar avtur dan macam-macam lainnya.

Dengan beban operasi yang semakin meningkat, tentu saja kalau boleh memilih, akan jauh lebih baik delayed tidak terjadi. Menurut IATA (International Air Transport Association), ada 71 jenis penyebab keterlambatan pesawat. Kalau dikerucutkan lagi, ada 11 kelompok penyebab. Salah satu yang paling penting adalah kontribusi penumpang dan bagasi ke dalam salah satu kelompok penyebab itu.

Maskapai penerbangan punya tanggung jawab untuk mengantisipasi dan mengendalikan berbagai macam faktor yang potensial menyebabkan pesawat terlambat bertolak. Pada model bisnis low cost carrier, suatu keterlambatan kecil di awal hari bisa memengaruhi seluruh jadwal yang melibatkan pesawat tersebut sepanjang hari.

Kembali ke kelompok penyebab keterlambatan, tidak banyak yang menyadari bahwa seluruh elemen punya peran dalam suatu kejadian di dalam industri penerbangan. Satu contoh yang paling menarik adalah kenapa maskapai harus menerapkan batasan waktu check in sehingga setelah waktu yang ditentukan penumpang tidak lagi bisa diterima untuk mengikuti sebuah penerbangan.

Maskapai penerbangan dapat menerapkan kebijakan batasan waktu check in bervariasi. AirAsia Indonesia, misalnya, menerapkan batasan check in 45 menit sebelum waktu penerbangan. Seringkali calon penumpang datang tergopoh-gopoh dan melewati batasan yang sudah ditentukan. Ketika dikonfirmasikan bahwa waktunya sudah terlambat, argumen yang seringkali disampaikan adalah “Kan pesawatnya masih ada dan belum berangkat?”

Masalahnya tidak sesederhana itu. Maskapai bukan hanya memerhatikan apakah penumpang terangkut atau tidak. Tanggung jawabnya lebih besar.

Misalnya saja, maskapai harus memerhatikan apakah waktu yang diperlukan untuk memasukkan seluruh bagasi penumpang lain cukup atau tidak sebelum pesawat bertolak. Atau, apakah waktu untuk menghitung berat pesawat dan seluruh isinya sesuai prosedur atau tidak. Sekedar informasi, berat pesawat ini berpengaruh ke informasi yang dilanjutkan kepada penerbang dan ­flight plan-nya. Lalu kemudian dari hitungan itu akan keluar jumlah bahan bakar yang diperlukan untuk suatu penerbangan. Dari situ, maskapai  melakukan permintaan kepada penyedia bahan bakar di bandara untuk melakukan pengisian langsung ke pesawat. Bayangkan saja kalau satu proses telat dilakukan, potensi gangguannya besar kan?

Tambahan atau pengurangan jumlah penumpang pada saat-saat terakhir menjelang penerbangan sedikit banyak akan memengaruhi hasil kalkulasi. Dan jika kalkulasi harus diulang atau menunggu hal-hal seperti sudah disebutkan di atas, maka potensi keterlambatan muncul dengan sendirinya. Masalahnya jadi tidak sesederhana “Kan pesawatnya masih ada dan belum berangkat?”. Di sinilah tugas kita sebagai penumpang diperlukan untuk membantu sebuah penerbangan berlangsung sesuai dengan jadwal.

Selain itu, satu hal yang mungkin juga terjadi dan menyebabkan keterlambatan penerbangan yang berjamaah adalah adanya disruptive passenger atau penumpang yang bisa membahayakan keselamatan penerbangan secara keseluruhan.

Ini terjadi beberapa bulan yang lalu ketika pesawat Virgin Australia harus menunggu izin menurunkan muatan karena ada seorang penumpang yang mengancam keselamatan penerbangan. Waktu itu, pesawat tidak boleh mendekat ke terminal dan bandara ditutup untuk pendaratan selama lebih dari 2 jam. Efeknya juga berimbas ke maskapai lain.

Pada saat hal itu terjadi, misalnya, beberapa maskapai terpaksa mengalihkan sejumlah pesawat yang seharusnya mendarat di Bandara Ngurah Rai, Bali, ke Bandara Lombok atau bahkan ada yang harus kembali lagi ke Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta. Bukan hanya menyebabkan delayed, tapi juga ada kerugian lain yang harus ditanggung maskapai karena kejadian ini.

Salah satu divisi di maskapai, pada AirAsia Indonesia disebut Operation Control Center (OCC), punya peran penting menjadi event organizer-nya sebuah penerbangan. Divisi itu adalah pihak yang harus pertama kali tahu kondisi terakhir sebuah penerbangan berdasarkan informasi yang ada. Alhasil, jika pilihan sulit karena banyak faktor tadi terjadi, divisi tersebut berwenang menunda (delaying) atau bahkan membatalkan (cancelling) sebuah penerbangan. Dan itu kemudian menjadi tugas paling berat yang harus dilakukan divisi ini.

Contoh yang terbaru adalah ketika Gunung Kelud di Jawa Timur mengeluarkan abu vulkanik. Pada saat itu, sejumlah tindakan harus diambil oleh divisi tersebut. Salah satunya adalah membatalkan sejumlah penerbangan. Pegangan utamanya adalah bagaimana tetap mengutamakan keselamatan berdasarkan data-data yang maskapai punya.

Seperti biasa, keselamatan adalah panglima yang harus dituruti. Apapun risikonya, seberat apapun efeknya, itu adalah hal paling utama yang harus maskapai jalankan.

Setelah mengetahui bahwa peran kita sebagai penumpang memiliki kontribusi besar terhadap keakuratan jadwal keberangkatan penerbangan, kita patut merubah pola pikir dan mendisiplinkan diri mengikuti aturan maskapai dalam melakukan check in. Karena Anda dan maskapai tidak ingin delayed terjadi.

 

Disadur dari in-flight magazine AirAsia Indonesia, Travel 3Sixtyo Indonesia, edisi Agustus 2014.